Static Rope

Static Rope biasa dipergunakan untuk vertical caving, repelling, . Yaitu jenis tali yang memiliki angka kemuluran (elongasi) yang rendah.

PERINGATAN; Tipe tali yang dipergunakan untuk SRT tidak didesain untuk mengakomodasi gaya yang dihasilkan oleh jatuhan yang parah, dan TIDAK BOLEH dipergunakan untuk rock climbing. Tali SRT, dibandingkan tali pemanjatan memiliki regangan yang kecil dan memiliki ketahanan abrasi yang lebih besar. Hal ini berhubungan dengan apa yang disebut dengan elongasi. Apa itu elongasi?

Sedangkan syarat kekuatan tali yang dipergunakan untuk vertical caving, minimal adalah= 20x(diameter)2.
Jadi untuk tali berukuran 10 mm, harus memiliki kekuatan minimal:

= 20x(diameter)2
= 20x(10)2
= 2.000 kg



Detail tali kernmantel adalah sebagai berikut:




Berikut ini adalah beberapa produsen tali yang menyediakan tali statik:
  1. Blue water
  2. Mammut
  3. Beal
  4. PMI
  5. Edelrid 

Elongasi Tali
Apakah istilah "elongasi" untuk tali pemanjatan membuat anda bingung? Ya, anda tidak sendiri dan mungkin ada yang lebih buruk.

Edisi revisi UIAA 101 yang akan datang - Mountaineering and Climbing Equipment - Tali dinamik (Dynamic Ropes) mungkin tidak lagi diukur elongasi secara statis, melainkan secara dinamis.

Standar yang sekarang: tali diberi beban (tanpa hentakan) dengan berat 80-kg selama 3 menit. Kemudian, beban dihilangkan dan tali dibiarkan kembali selama 10 menit. Berikutnya, tali dibebani (tanpa hentakan) dengan beban referensi 5 kg tiap 1 menit. Pada saat ini, tali diberi 2 tanda ditempatkan dengan jarak 1 meter. Akhirnya, tali diberi lagi beban (tanpa hentakan) sebesar 80-kg selama satu menit dan jarak "baru" antar tanda tersebut diukur.

Prosentase perbedaan antar dua tanda dihitung untuk menentukan "elongasi statis" tali. Tali tunggal tidak akan lebih 8% (untaian tunggal), tali setengah tidak akan lebih dari 10% (untaian tunggal) dan tali kembar tidak akan lebih dari 8% (untaian ganda).

Jika hal ini diaplikasikan terhadap situasi pemanjatan, sebagai contoh: pemanjat dengan pitch yang sedikit dan membeli tali dengan elongasi statis 7,5%. Kemudian mereka pergi ke daerah top-rope, dengan ketinggian 55 kaki dari tanah ke anchor dan membelay dari dasar tebing. Saat seseorang memanjat 10 kaki, ada sekitar 100 kaki tali yang terpakai. Pemanjat kemudian capek dan membebani tali. Karena tali memiliki elongasi 7,5% dan ada 100 kaki tali yang terpakai, pemanjat turun 7,5 kaki dan hampir menyentuh tanah. Namun jika pemanjat jatuh 10 kaki apa yang akan terjadi? Tali akan terbeban secara dinamis. Karena elongasi dinamis dapat mencapai 40% tergantung pada jarak jatuh dan beban pemanjat, maka pemanjat kemungkinan besar akan menghantam tanah dari ketinggian 10 kaki. UIAA mengambil langkah untuk membahas hal ini di versi UIAA 101 yang akan datang.

Standard UIAA yang baru, yang mana masih dalam proposal dan berupa tingkat pengujian, kemungkinan besar akan mengukur elongasi dinamik pada jatuhan pertama pada pengujian jatuhan. Pengujian ini akan menunjukkan elongasi dinamik pada tali tunggal dengan beban 80-kg dijatuhkan kira-kira dengan fall factor 1,7. Standar UIAA yang direvisi mengharap bahwa elongasi dinamik yang diwajibkan adalah kurang dari 40%. Hal ini membuat pegawai toko dan pemanjat untuk menggunakan elongasi dinamik yang dipublikasikan sebagaimana penggunaannya ke situasi pemanjatan nyata. Pada bulan Desember tahun 2000, dua tali Sterling diuji di APAVE Lyon, Perancis untuk sertifikasi UIAA dan CE tahunan. Tali dinamik 10,2 mm dan 9,5mm keduanya mendapatkan persetujuan EN 892:1997 dan UIAA 101. Pengujian juga melaporkan elongasi dinamik pada tiga jatuhan pertama sebagai berikut:

elongasi dinamis 10.2mm

jatuhan 1 = 30.2% (<40%) --> Memenuhi syarat
jatuhan 2 = 30.0% (<40%) --> Memenuhi syarat
jatuhan 3 = 30.2% (<40%) --> Memenuhi syarat

elongasi dinamis 9,5mm
jatuhan 1 = 30.0% (<40%) --> Memenuhi syarat
jatuhan 2 = 31.0% (<40%) --> Memenuhi syarat
jatuhan 3 = 30.4% (<40%) --> Memenuhi syarat
Baca lebih lanjut »

Gunung Ijen

Gunung Ijen adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini mempunyai ketinggian 2.443 m dan telah empat kali meletus (1796, 1817, 1913, dan 1936). Untuk mendaki ke gunung ini bisa berangkat dari Bondowoso ataupun dari Banyuwangi.

Rute Pendakian
Untuk mencapai gunung Ijen dari Banyuwangi, bisa naik angkot trayek Banyuwangi - Licin - Jambu. Dari Jambu perjalanan dilanjutkan menuju Paltuding dengan ojek atau menumpang mobil pengangkut sayur. Pintu gerbang utama ke Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen terletak di Paltuding, yang juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam). Alternatif rute adalah Bondowoso - Wonosari - Tapen - Sempol - Paltuding. Fasilitas lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung antara lain pondok wisata dan warung yang menjual keperluan pendakian untuk menyaksikan keindahan kawah Ijen.

Dari Paltuding berjalan kaki dengan jarak sekitar 3 km. Lintasan awal sejauh 1,5 km cukup berat karena menanjak. Sebagian besar jalur dengan kemiringan 25-35 derajad. Selain menanjak struktur tanahnya juga berpasir sehingga menambah semakin berat langkah kaki karena harus menahan berat badan agar tidak merosot ke belakang.

Setelah beritirahat di Pos Bunder (pos yang unik karena memiliki bentuk lingkaran) jalur selanjutnya relatif agak landai. Selain itu wisatawan/pendaki di suguhi pemandangan deretan pegunungan yang sangat indah. Untuk turun menuju ke kawah harus melintasi medan berbatu-batu sejauh 250 meter dengan kondisi yang terjal.


 PANORAMA GUNUNG DAN KAWAH IJEN
 







Baca lebih lanjut »

Gunung Sinabung

Gunung Sinabung adalah sebuah gunung di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Sinabung bersama Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara. Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter. Gunung ini menjadi puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah tercatat meletus sejak tahun 1600.Koordinat puncak gunung Sinabung adalah 3 derajat 10 menit LU, 98 derajat 23 menit BT.

Agustus 2010
Sejak 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB (28 Agustus 2010, 17.15 UTC), gunung Sinabung mengeluarkan lava.

Status gunung ini dinaikkan menjadi "Awas".Dua belas ribu warga disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8 lokasi.Abu Gunung Sinabung cenderung meluncur dari arah barat daya menuju timur laut.Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung.
Bandar Udara Polonia di Kota Medan dilaporkan tidak mengalami gangguan perjalanan udara.
Satu orang dilaporkan meninggal dunia karena gangguan pernafasan ketika mengungsi dari rumahnya

September 2010
Pada tanggal 3 September, terjadi 2 letusan. Letusan pertama terjadi sekitar pukul 04.45 WIB sedangkan letusan kedua terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Letusan pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer.Letuasn kedua terjadi bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini.

Pada tanggal 7 September, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif pada tanggal 29 Agustus 2010. Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanis ini tersembur hingga 5.000 meter di udara.

Sumber :Wikipedia

Catatan:
Jadi Pada intinya Anda harus berpikir dua kali untuk mendaki gunung Sinabung untuk sementara waktu.
Baca lebih lanjut »

Pegunungan Latimojong

Gunung Latimojong adalah salah satu gunung unik di Sulawesi dengan tujuh puncaknya yang eksotis. Membentang dari utara ke selatan di tengah-tengah pulau tersebut, Gunung Latimojong tercatat berada di wilayah administratif Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Gunung Latimojong berpuncak tujuh, lebih tepat disebut pegunungan dengan badan-badan gunung yang saling berimpit dan membentuk formasi unik. Puncak tertingginya berjaya dengan ketinggian 3.478 mdpl. Tidak berlebihan kiranya jika Gunung Latimojong ini disebut “Big Mountain.”




Tujuh puncak itu membujur teratur, adalah;
1. Buntu Sinaji (2.430 mdpl)
2. Buntu Sikolong (2.754 mdpl)
3. Buntu Rante Kambola (3.083 mdpl )
4. Buntu Rante Mario (3.430 mdpl )
5. Buntu Nenemori (3.097 mdpl )
6. Buntu Bajaja (2.700 mdpl )
7. Buntu Latimojong (2.800 mdpl )

Boleh dibilang, angka tujuh adalah angka eksotis dan mistis, maka demikian juga dengan Gunung Latimojong yang mistis dan eksotis. Keindahannya terbentang sepanjang pendakian, dan warna mistis begitu kuat di dalamnya. Aroma Mistis Gunung Latimojong Menurut kepercayaan setempat, pegunungan ini konon merupakan asal-usul nenek moyang orang Enrekang, Toraja, Luwu, dan Bone. 

Kepercayaan ini dibarengi dengan kepercayaan mistis yang bersumber dari legenda-legenda setempat yang didominasi oleh suku Duri, yang berkomunikasi menggunakan bahasa Duri. Mereka mendiami daerah Baraka hingga Karangan pada jalur pendakian Gunung Latimojong, dan mayoritas petani kopi. Suku Duri meyakini bahwa arwah nenek moyang mereka bersemayang di tempat-tempat tertentu di Gunung Latimojong. Begitu pula dengan berbagai tempat dianggap memiliki penunggu. “Gunakan gelang rotan,” demikian biasa dikatakan para pemandu. Mengenakan gelang rotan diyakini mampu melindungi para pendaki dari gangguan penunggu Gunung Latimojong atau makhluk halus.

Sesuai kepercayaan adat setempat, gelang rotan adalah symbol bahwa mereka bertamu baik-baik. Sebab, gelang rotan adalah symbol leluhur mereka yang konon bernama Janggok Riri dan Nenek Menga. Aroma mistis juga tampak pada kepercayaan setempat yang mengharuskan memperhatikan tanda-tanda alam. Misalnya, kepercayaan bahwa apabila kita mendengar suara burung maka itu pertanda baik dan pendakian bisa dilanjutkan. Namun, jika bukan suara burung melainkan dengungan lebah, hendaknya pendaki kembali turun sebab itu merupakan pertanda buruk.

Rute Pendakian Gunung Latimojong
Umumnya, akses pendakian Gunung Latimojong dimulai dari Kecamatan Baraka. Wilayah ini bisa dicapai dari arah Makassar dengan angkutan umum, dan turun di Cakke. Dari Cakke, tersedia angkutan lokal menuju Baraka. Dari Baraka, dilanjutkan dengan perjalanan menuju Buntu Dea. Angkutan yang tersedia biasanya mikrolet atau ojek. Dari Buntu Dea kemudian menuju Dusun Latimojong dengan jalan kaki. Perjalanan serupa dilanjutkan menuju Dusun Karuaja yang terletak persis di lembah. Dari desa ini, menuju desa terakhir di kaki Gunung Latimojong, yakni Desa Karangan. Para pendaki biasanya menginap di rumah penduduk di Desa Karangan untuk menunggu waktu yang tepat memulai pendakian. Di samping itu, di desa ini mereka bisa menyiapkan fisik dan perbekalan untuk mendaki Gunung Latimojong yang eksotis tersebut.

Pendakian Gunung Latimojong memiliki tujuh pos, yaitu:

Pos 1 - Buntu Kaciling
Buntu Kaciling merupakan pos pertama yang akan Anda lalui jika sedang melakukan pendakian di Gunung Latimojong. Dari Desa Karangan menuju Pos 1 ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri sungai Salu Karangan. Jalanan mulai menanjak dengan kemiringan 50-70 derajat. Di jalur ini banyak sekali terdapat percabangan. Buntu Kaciling terletak pada ketinggian 1.800 mdpl, merupakan area datar terbuka seukuran 4 meter persegi.

Pos 2 - Gua Sarung Pakpak
Gua Sarung Pakpak adalah pos kedua yang akan dilalui selama pendakian Gunung Latimojong. Jalur ini merupakan medan berkontur naik-turun di sisi lembah dengan sungai yang mengalir deras. Di areal pos berukuran 4 meter persegi dengan lokasi unik di bawah tebing ini, para pendaki biasanya mendirikan tenda dan bermalam.

Pos 3 - Lantang Nase
Medan ekstrem mendominasi jalur ini dengan tanjakan terjal kemiringan 80 derajat. Jika lengah sedikit, bisa menjadi jebakan maut di mana pendaki terjungkal ke belakang. Lantang Nase berada pada ketinggian 1.940 mdpl. tempat ini sekaligus menjadi pos ketiga yang dilalui saat melakukan pendakian Gunung Latimojong.

Pos 4 - Buntu Lebu
Jalur ini tidak seekstrem sebelumnya. Kemiringannya menurun menjadi kisaran 60-70 derajat. Namun, tetap dibutuhkan kewaspadaan tinggi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pos Buntu Lebu berada pada ketinggian 2.140 mdpl, merupakan areal datar seluas 6 meter persegi yang tertutup rerimbunan pohon.

Pos 5 - Soloh Tama
Berada pada ketinggian 2.480 mdpl, areal ini berkapasitas sepuluh tenda. Merupakan areal datar yang terletak di punggung gunung dengan panorama menawan. Soloh Tama juga biasa dijadikan tempat bermalam oleh pendaki Gunung Latimojong..

Pos 6 - Mengintip Tujuh Puncak Latimojong
Berada di ketinggian 2.690 mdpl. Dari pos ini, sudah mulai terlihat jajaran tujuh puncak Latimojong. Di pos ini, para pendaki bisa mulai mengintip keindahan tujuh puncak Gunung Latimojong yang eksotis itu.

Pos 7 - Kolong Buntu
Kolong Buntu terletak pada ketinggian 3.100 mdpl. Jalur jalan setapaknya sudah diperbaiki. Dan dari sini, sudah terlihat jelas tujuh puncak Gunung Latimojong yang berbaris rapi menyambut pendaki. Dari pos terakhir ini, pendakian Gunung Latimojong yang sebenarnya dimulai. Diawali dengan persimpangan jalan di areal terbuka, jalur ke kiri menuju puncak Rante Mario, jalur ke kanan ujung 30° menuju puncak Nenemori, sedangkan jalur ke kanan 90° merupakan jalan menurun menuju Palopo. Puncak-puncak Gunung Latimojong yang Eksotis Puncak Rante Mario adalah puncak tertinggi Gunung Latimojong. Puncak yang indah ini masih ditumbuhi hutan vegetasi alam. Dari puncak yang dingin dan berkabut, mata bebas memandang alam. Enrekang berada di keremangan yang mistis dan sakral. Puncak Nenemori tak kalah membius dibanding Rante Mario. Jalur menuju Nenemori didominasi hutan berpohon tinggi besar dengan selimut lumut licin tebal. Jika beruntung, pendaki bisa bertemu anoa, fauna khas Sulawesi yang semakin sedikit populasinya dan masuk dalam kelompok satwa dilindungi.

Itulah Gunung Latimojong. Kini, Gunung dengan tujuh puncaknya yang eksotis, menunggu kunjungan Anda.
Baca lebih lanjut »

Pegunungan Mekongga

Gunung Mekongga merupakan gunung tertinggi di pegunungan Mekongga yang membentang di sisi utara wilayah Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Kawasan pegunungan ini merupakan jajaran pegunungan Verbeck yang puncak-puncaknya terdiri dari jenis batuan karst dataran tinggi. dengann puncak tertinggi 2.790 meter dpl, gunung ini merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Secara geologis wilayah pegunungan ini terbentuk dari atol yang terangkat sekitar ratusan juta tahun yang lalu. Fenomena ini kemudian memberi ruang bagi jenis flora dan fauna yang khas yang kemudian menjadi biota endemic yang hanya terdapat di wilayah ini.

Pegunungan Mekongga, juga ideal untuk kegiatan trekking. Titik awal pendakian adalah dari Dusun Surolako, Desa Rantebaru di Kecamatan Ranteangin yang dapat dicapai dengan kendaraan roda empat sekitar empat jam dari kota Kolaka.

Selama perjalanan ke puncak yang butuh 5-6 hari, para pendaki gunung disuguhi suasana hutan tropis yang jarang dijamah orang, merdunya kicau burung, sampai acara menyeberangi pertemuan Sungai Mosembo dan Sungai Tinokari. Selain itu, mungkin akan berpapasan dengan anoa.


Hikayat
Nama Mekongga berasal dari cerita rakyat setempat yang berkisah tentang pertempuran seorang kesatria dan seekor burung elang. Menurut hikayat, suatu masa puncak gunung ini dihuni oleh Kongga, yaitu seekor burung raksasa. Para penduduk sering resah karena sang burung sering membuat onar dan mengganggu kehidupan rakyat. Kemudian tampillah seorang bangsawan gagah berani yang berhasil menewaskan burung raksasa. Sebagai hadiahnya, raja setempat menikahkan putrinya dengan si bangsawan. Dan untuk mengenang jasa besar itu, kawasan tersebut diberi nama Mekongga.

Rute pendakian
Pendakian dari pos terakhir pendakian hingga ke puncak Mekongga memakan waktu sekitar 5 hari. Pos terakhir pendakian terdapat di desa Tinukari desa terakhir pendakian yang secara administratif terletak di kecamatan Rante Angin, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Perhentian berikutnya yaitu "camp 1" di ketinggian 480 m dpl. Walaupun disebut camp, tapi tidak ada shelter seperti gunung di Jawa. Semuanya masih serba alami.

"camp 2" terdapat di ketinggian 1.380 m dpl. Dari sisi jalur mulai menanjak dan banyak sekali bekas longsoran. Sepanjang jalan banyak ditemukan air terjun kecil. Vegetasi yang dominan adalah tumbuhan berkayu bekas yang ditumbuhi lumut. Hal ini terjadi karena daerah ini sangat lembab. Kantong Semar dan aneka jenis anggrek bisa ditemukan dengan mudah.

Perhentian berikutnya adalah di "Musero-sero". Dalam keyakinan orang Mekongga, tempat ini diyakini sebagai pusat kerajaan jin untuk daerah Kolaka Utara. Dari Musero-sero perjalanan bertambah berat karena harus memanjat tebing dan tanjakan-tanjakan yang tanpa henti hingga sampai di "Camp 3".

Dari sini bisa langsung menuju puncak Mekongga. Puncak Mekongga sendiri berbentuk kubah yang luas. Di sini terdapat goa-goa dengan stalagmit dan stalagtit yang indah. Satu lagi tantangan bagi para pencinta goa.


Habitat yang ada di Pegunungan Mekongga
Baca lebih lanjut »